Kamis, 07 Juli 2011

MISI MANUSIA

Manusia di dalam hidup ini memiliki tiga misi khusus: misi utama; misi fungsional; dan misi operasional.

A. Misi Utama

Keberadaan manusia di muka bumi ini mempunyai misi utama, yaitu beribadah kepada Allah SWT. Maka, setiap langkah dan gerak-geriknya harus searah dengan garis yang telah ditentukan. Setiap desah nafasnya harus selaras dengan kebijakan-kebijakan ilahiah, serta setiap detak jantung dan keinginan hatinya harus seirama dengan alunan-alunan kehendak-Nya. Semakin mantap langkahnya dalam merespon seruan Islam dan semakin teguh hatinya dalam mengimplementasikan apa yang telah menjadi tugas dan kewajibannya, maka ia akan mampu menangkap sinyal-sinyal yang ada di balik ibadahnya. Karena, dalam setiap ibadah yang telah diwajibkan oleh Islam memuat nilai filosofis, seperti nilai filosofis yang ada dalam ibadah shalat, yaitu sebagai ‘aun (pertolongan) bagi manusia dalam mengarungi lautan kehidupan (al-Baqarah:153), dan sebagai benteng kokoh untuk menghindari, menghadang, dan mengantisipasi gelombang kekejian dan kemungkaran (al-Ankabuut: 45).
Adapun nilai filosofis ibadah puasa adalah untuk menghantarkan manusia muslim menuju gerbang ketaqwaan, dan ibadah-ibadah lain yang bertujuan untuk melahirkan manusia-manusia muslim yang berakhlak mulia (al-Baqarah: 183 dan aat-Taubah:103). Maka, apabila manusia mampu menangkap sinyal-sinyal nilai filosofis dan kemudian mengaplikasikan serta mengekspresikannya dalam bahasa lisan maupun perbuatan, ia akan sampai gerbang ketaqwaan. Gerbang yang dijadikan  satu-satunya tujuan penciptaannya.
Namun, tidak semua manusia di dunia ini mengikuti perintah dan merespon risalah yang di bawa oleh para Rasul. Bahkan, banyak di antara mereka yang berpaling dari ajaran-ajaran suci yang didakwahkan kepada mereka. Ada juga yang secara terang-terangan mengingkari dan memusuhinya (an-Nahl: 36, al-An’aam: 26, dan al-Baqarah: 91).
Hal ini bisa terjadi pada manusia karena dalam dirinya ada dua kekuatan yang sangat dominan mempengaruhi setiap pikiran dan perbuatannya, kekuatan taqwa dan kekuatan fujur. Kekuatan taqwa didorong oleh nafsu mutmainnah (jiwa yang tenang) untuk selalu menterjemahkan kehendak ilahiah dalam realitas kehidupan, dan kekuatan fujur yang di dominasi oleh nasfu ammarah (nafsu angkara murka) yang senantiasa memerintahkan manusia untuk masuk dalam dunia kegelapan.
Maka, dalam bingkai misi utama ini, manusia bisa diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu sabiqun bil khairat, muqtashidun, dan dzalimun linafsihi. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT sebagai berikut.

“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” (Faathiir: 32)

•    Sabiqun bil khairat

Hamba Allah SWT yang termasuk dalam kategori ini adalah hamba yang tidak hanya puas melakukan kewajiban dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan oleh-Nya, namun ia terus berlomba dan berpacu untuk mengaplikasikan sunnah-sunnah yang telah digariskan, dan menjauhi hal-hal yang dimakruhkan. Akal sehatnya menerawang jauh ke depan untuk menggagas karya-karya besar dan langkah-langkah positif. Hati sucinya menerima pilihan-pilihan akal selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Inilah hamba yang selalu melihat kehidupan dengan cahaya bashirah. Hamba yang hatinya senantiasa dihiasi ketundukan, cinta, pengagungan, dan kepasrahan kepada Allah SWT.

•    Muqtashidun

Hamba Allah yang masuk dalam kategori ini adalah manusia muslim yang puas ketika mampu mengamalkan perintah dan meninggalkan larangan Allah SWT. Dalam benaknya, tidak pernah terlintas ruh kompetitif dalam memperluas wilayah iman ke wilayah ibadah yang lebih jauh lagi, yaitu wilayah sunnah. Imannya hanya bisa menjadi benteng dari hal-hal yang diharamkan dan belum mampu membentengi hal-hal yang dimakruhkan.

•    Dzalimun linafsihi

Hamba yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang masih mencampuradukkan antara hak dan batil. Selain ia mengamalkan perintah-perintah Allah SWT, ia juga masih sering berkubang dalam kubangan lumpur dosa. Jadi, dalam diri seorang hamba ada dua kekuatan yang mempengaruhinya, tergantung kekuatan mana yang lebih dominan,  dan dalam kelompok ini, nampaknya kekuatan syahwat yang mendominasi kehidupannya, sehingga hatinya sakit parah.
“Mengikuti syahwat adalah penyakit, sedangkan durhaka kepadanya adalah obat mujarab dab terapi yang manjur” (Adab ad-Diin wa ad-Dunya, Abu al-Hasan Ali al-Mawardy)

Apabila manusia mengikuti libido, mengekor nafsu angkara murka, dan menjadi budak syahwatnya, maka ia akan keluar dari poros yang telah digariskan oleh Allah SWT. Ia akan mencampakkan dan mensia-siakan amanah yang agung. Bahkan, ia akan melakukan konspirasi bersama thogut-thogut untuk memberangus nilai-nilai kebenaran. Di sini, manusia akan bergeser dari gelar khairul barriah ‘sebaik-baik makhluk’ dan ahsanu taqwim ke gelar baru, yaitu syarrul barriah ‘seburuk-buruk makhluk’, asfalus saafilin ‘tempat yang paling rendah’, al-an’aam ‘binatang ternak’, kera, babi, batu, dan kayu yang berdiri. Inilah manusia-manusia yang memiliki hati, mata dan telinga, numun ia tidak pernah berfikir, tidak pernah melihat kebenaran, dan tidak pernah mendengar ayat-ayat Qur`aniah dan Kauniah dengan tiga faktor tersebut. Mereka adalah sebuah komunitas dari manusia-manusia yang dungu, buta, tuli, dan bisu dari nilai-nilai Islam (al-Bayyinah: 6-7, al-A’raaf: 179, al-Maidaah: 60, al-Munaafiquun: 4, dan al-Baqarah:74)

Ali bin Abu Thalib ra. berkata, “Ada dua masalah yang saya takutkn menimpa kamu. Pertama, mengikuti hawa nafsu. Kedua, banyak menghayal. Karena, yang pertama akan menjadi tembok penghalang antara dirinya dan kebenaran, dan yang kedua mengakibatkan lupa akan akhirat.”
Sebagian ahli hikmah berkata, “Akal merupakan teman setia, dan hawa nafsu adalah musuh yang ditaati.”
Sebagian ahli hikmah yang lain berkata, “Hawa nafsu adalah raja yang bengis dan penguasa yang lalim.” (Adab ad-Diin wa ad-Dunya)

B. Misi Fungsional

Selain misi utama yang harus diemban manusia, ia juga mempunyai misi fungsional sebagai khalifah. Manusia tidak mampu memikul misi ini, kecuali ia istiqamah di atas rel-rel robbaniah. Manusia harus membuang jauh bahasa khianat dari kamus kehidupannya. Khianat lahir dari rahim syahwat, baik syahwat mulkiah ‘kekuasan’, syahwat syaithaniah, maupun syahwat bahaimiah ‘binatang ternak’.(al-Jawab al-Kaafi, Ibnu Qaiyim al-Jauziah)
Ketika jiwa manusia di kuasai oleh syahwat mulkiah, maka ia akan mempertahankan kekuasaan dan kedudukannya, meskipun dengan jalan yang tidak dibenarkan oleh Islam. Ia senantiasa melakukan makar, adu domba, dan konspirasi politik untuk menjegal lawannya (al-Anfal: 26-27  dan Shaad: 26).
Adapun ketika jiwa manusia terbelenggu oleh syahwat syaithaniah dan bahaimiah, maka ia akan selalu menciptakan permusuhan, keonaran, tipuan-tipuan, dan  menjadi rakus serta tamak akan harta. Tidak ada sorot mata persahabatan dan sentuhan kasih dalam dirinya. Ia bersenang-senang di atas penderitaan rakyat dan tak pernah berhenti mengeruk kekayaan rakyat.

C. Misi Operasional

Manusia diciptakan di bumi ini—selain untuk beribadah dan sebagai khalifah,  juga harus bisa bermain cantik untuk memakmurkam bumi (Huud: 61). Kerusakan di dunia, di darat, maupun di lautan bukan karena binatang ternak yang tidak tahu apa-apa, tetapi ia lahir dari tangan-tangan jahil manusia yang tidak pernah mengenal rambu-rambu Tuhannya. Benar, semua yang ada di bumi ini diciptakan untuk manusia, namun ia tidak bebas bertindak diluar ketentuan dan rambu ilahi (ar-Ruum: 41). Oleh karena itu, bumi ini membutuhkan pengelola dari manusia-manusia yang ideal. Manusia yang memiliki sifat-sifat luhur sebagaimana disebutkan di bawah ini.

  •     Syukur  (Luqman: 31)
  •     Sabar  (Ibrahim: 5)
  •     Belas kasih  (at-Taubah: 128)
  •     Santun  (at-Taubah: 114)
  •     Taubat  (Huud: 75)
  •     Jujur  (Maryam: 54)
  •     Terpercaya  (al-A’raaf: 18)

Maka, manusia yang sadar akan misi sucinya harus mampu mengendalikan nafsu dan menjadikannya sebagai tawanan akal sehatnya dan tidak sebaliknya,  diperbudak hawa nafsu sehingga tidak mampu menegakkan tonggak misi-misinya. 


Manusia menurut Al-Qur'an
    Manusia secara bahasa disebut al insan yang berasal dari kata nasiya(bahasa arab),artinya lupa. Sedangkan jika dilihat dari dasar kata al-uns artinya jinak/ramah tamah. Kata insan dipakai untuk sebutan manusia karna manusia memiliki sifat lupa dan jinak, ini artinya manusia tidak akam luput dari dosa dan lupa, maka Allah mensyariatkan agar senantiasa bertaubat dengan taubatan nasuha (Qs At Tahrim/66:8) dan senantiasa menjaga diri dari sifat tesebut (Qs At Tahrim/66:6)
    Manusia berarti jinak maknanya adalah manusia berada dalam kekuasaan Allah, tidak bisa bebas begitu sajah, ia terikat oleh aturan Allah (Qs 2:21,51:56,20:14,4:59 ……….)
    Manusia adalah makhluk yang ramah tamah, maka jika tidak ramah tamah (berakhlakul karimah)  secara maknawinya atau hakikatnya itu bukan manusia, melainkan ia adalah binatang, walaupun wujudnya manusia. (Qs 7:179).
  1. Disebut dua kali dalam wahyu pertama (Qs Al ‘alaq/ 96:1-5)
  2.  Terciptakan dalam bentuk yang sempuna (Qs At tiin /95:4)
  3.  Manusia lebih mulia dari makhluk lain (Qs Al Israa/17:70)
  4.  Manusia dicela Allah karna aniaya dan ingkar nikmat (Qs Ibrahim/14:34)
  5.  Manusia suka membantah (Qs Al-Kahf /18:54)
  6.  Manusia suka berkeluh kesah dan kikir (Qs Al-Ma'arij /70:19
  7. Manusia tercipta dari tanah dan ssetelah sempuna dihembuskannyalah roh (QS Saad /38:71-72)
  8.  Manusia adalah khalifah Tuhan dibumi (Qs Al-Baqarah /2:30)
  9.  Tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah (QS Adh-Dhariyat / 51:56)
  10.  Manusia diberi pengetehun tentang sifat-sifat,fungsi dan kegunaan benda (Qs Al-Baqarah /2:31)
  11.  Manusia tidak mengetehui banyak, mereka hanya tau penomena kehidupan duniawi (QsAr rum /30:6-7)
  12.  manusia tidak diberi pengetahuan tentang roh, kecuali hanya sediklit (QS Al-Isra' /17:85)
  13.  Manusia tidak tahu dimana ia akan mati (Qs Luqman /31:34)
  14.   Manusia tidak tahu siapa yang paling banyak memberi manfaat untuknya (Qs An-Nisa /4:19) 
  15.  Manusia mungkin menyukai sesuatu yang jelek untuk nya (Qs /2:216) 

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar